Dayak Hibun

Sejarah
Dayak Hibun

Awal Mula Terbentuknya
Masyarakat Dayak Hibun

Berdasarkan cerita lisan yang dituturkan oleh Bapak Aloysius Along, yang didokumentasi dan ditulis oleh P. Heryanto Didi maka awal mula kehidupan masyarakat di Kampung Tampun Tabai hidup penuh damai. Kampung tersebut terletak di pinggiran batang Sungai Kembayan, tanpa disadari kampung manusia (nciogolomo) berdampingan dengan perkampungan mahluk gaib (mu’ut) yang berada di dalam lobang ditebing sungai tepatnya dibawah tangga sungai tempat mandi keseharian masyarakat. Pada suatu hari masyarakat digemparkan dengan sering hilangnya anak-anak pada saat mandi.

Pada sisi daratan tempat mandi terdapat sebuah balai penodatsebagai tempat orang membuat alat kerja seperti parang danbeliung. Pada suatu hari seorang sedang bekerja di balai penodat dan dari kejauhan dia menyaksikan anak-anak ramai mandi di sungai dan tanpa diawasi orang tua mereka. Sekejap waktu orang tua tersebut merasa sepi dan sunyi dari teriakan anak-anak yang sedang mandi. Lalu ia bergegas menuju ke sungai untuk memastikan keadaan, namun tak satupun anak-anak ia temukan. Selanjutnya ia memanggil dan mengabarkan berita tersebut kepada para tetua di kampung. Para orang tua berduyun-duyun turun ke sungai dan menyelam untuk mencari keberadaan anak-anak mereka, namun tidak juga ditemukan. Mereka tidak menyerah dan terus mencari hingga menemukan sebuah lobang besar yang tepat didasar sungai tempat permandian. Lobang tersebut cukup sempit dan dapat dimasuki dengan keadaan tubuh jongkok. Dengan keteguhan hati dan harapan besar untuk menemukan anak-anak mereka, maka orang tua masuk dalam lobang gelap tersebut.

Hingga jarak kira-kira 100 meter kedalaman, betapa terkejut dan tersentaknya orang tua tadi ketika dia mendapati dunia lain didalam lubang tersebut dimana keadaan dunia didalam lubang tersebut ketika dia datang kesitu seperti tengah hari dan terang benderang seperti tepat tengah hari didunia manusia dunia ini sama luasnya dengan dunia manusia dan tidak terlalu jauh dilihatnya ada sebuah kampung hantu dalam bentuk betang panjangsehingga dia pun lalu bersembunyi menunggu hari gelap. Setelah hari mulai gelap dan kampung itu sepi maka orang tua tadi perlahan-lahan menuju kampung tersebut dan dia bersembunyi dibawah kolong rumah betang panjang milik para hantu/mu’ut tersebut.

Dalam persembunyiannya dia mendengar kalau dikampung itu lagi diadakan nguduong dan mendengar mereka membicarakan tentang anak manusia/ncio golomo yang telah mereka culik tesebut, dalam pertemuan tadi para hantu/mu’ut membicarakan mau membunuh anak-anak itu. Namun terdengar suara lantang sesepuh mengatakan: “jangan kalian bicara macam-macam karena anak ini anak manusia, nanti kalau diketahui manusia mereka bisa membalas kita” namun nasehat dan teguran tersebut dijawab oleh pemuda-pemuda disitu dengan mengatakan “jangan kita takut kepada manusia karena kita memiliki kekuatan dan kesaktian melebihi dari kekuatan dan kesaktian manusia dan merekapun memamerkan kekuatan dan kesaktian mereka dengan melompat keluar rumah dan langsung melompat kepohon durian, kepohon kelapa, dan lain-lain. Sesepuh tadi berkatakembali kepada mereka “jangan kalian takabur, kalau mereka membalas kita dengan menggunakan ipoh/racun dari pohon ipoh utok imu (istilah hantu) kita bisa mati dan kalah.

Pembicaraan para hantu/mu’ut dirumah betang sudah didengarkan semua oleh manusia yang sejak tadi bersembunyi dibawah kolong rumah betang tersebut, dan secara perlahan keluar dari lobang dan naik ke dataran untuk selanjutnya melakukan pertemuan dengan para tetua Kampung Tampun Tabai. Setelah mendengarkan penjelasan dan keterangan tersebut maka tetua langsung mengumpulkan masyarakat kampung tanpa kecuali. Berdasarkan pertemuan/nguduong tersebut, diputukan beberapa hal yakni:

Menindaklanjuti keputusan bekuduong yang pertama tersebut kepala kampung bertanya kepada seluruh yang hadir dalam pertemuan tersebut katanya, “apakah dari kita semua yang hadir disini adakah yang tau apa itu ipoh utok imu, namun tidak seorang pun yang mengetahuinya.” Karena seorang warga kampung yang sudah tua renta tidak hadir dalam bekuduong tersebut, maka kepala kampung memerintahkan para pemuda yang gagah untuk menjemput dan membawa kakek tua renta dalam pertemuan tersebut. Kakek tua renta tersebut menjelaskan bahwa ia mengetahui dan tahu lokasiipoh utok imuyang merupakan nama salah satu jenis pohon yang jenis yang sangat beracun dan mematikan, tumbuh di pinggiran Sungai Kembayan menuju kearah utara kampung.

Setelah mendengarkan penjelasan dari kakek tua renta tersebut mereka mempersipkan diri dengan menyiapkan sebuah tandu dan segala perbekalan selama perjalanan terutama seekor ayam. Keesokan harinya mereka berangkat, setelah sekian lama perjalanan mereka berhenti sejenak di rerumpunan pohon bambu. Setelah beristirahat cukup lama mereka melanjutkan perjalanan hingga tiba dibawah pohon ipoh, tak satupun tanaman tumbuh disekitarnya kecuali pohon asam empaong. Mereka juga mendapati banyak tulang belulang hewan yang sudah mati di bawah pohon ipohracun yang mematikan. Sebelum mendekati pohon ipoh tersebut, kakek yang ditandu tadi memerintahkan untuk berhenti kemudian kakek tadi memerintahkan agar meruncingkan bambu, Selanjutnya mengikat/menambat ayam yang telah dipersiapkan, maka kakek tersebut berpesan bahwa dimana posisi ayam mati, maka menjadi posisi untuk berdiri guna menusuk batang pohon ipohdan mengambil getahnya. Kemudian dia juga menyampaikan pesan bahwa barang siapa yang mengambil getah racun pohon ipoh tersebut bila terkena pengaruh racunnya, maka langsung menggigit kulit batang pohon asam empaong untuk menetralisir racun.

Setelah getah racun ipoh terkumpul, maka mereka kembali ke kampung untuk mempersiapkan bambu yang dipotong dengan ukuran sejengkal lalu dibelas dan diraut halus seukuran lidi kelapa. Bambu tersebut disebut domuk, selanjutnya dioles dengan getah ipoh lalu dijemur kurang lebih setengah jam agar getahnya mengering.

Keesokan harinya, masyarakat nguduong kembali menindaklanjuti kesepakatan pada poin kedua yakni melakukan penyerangan ke kampung hantu/mu’ut. Berangkatlah perwakilan nciogolomountuk memasang domuk-domuk di sekitar betang kampung hantu/mu’ut. Karena pemasangan domuk dilakukan pada malam hari, saat terbangun dan melakukan aktivitas maka warga kampung hantu/mu’uttidakmenyadari bahwa mereka telah menginjak domuk-domuk yang terpasang. Mereka keracunan dan banyak yang mati, sehingga sesepuh melakukan bekuduong untuk selanjutnya melakukan penyerangan balasan ke Kampung Tampun Tabai.

Warga kampung hantu /mu’ut melakukan penyerangan balasan dengan menggunakan kotoran/tikek. Masyarakat Kampung Tampun Tabai sangat resah karena seluruh kehidupan mereka dipenuhi dengan kotoran, baik di sungai, ladang bahkan tempat nasi dipenuhi kotoran. Kepala kampong nguduong pada malam itu disepakati bahwa seluruh warga harus pindah dan tidak boleh ada satupun yang tertinggal. Keesokan paginya mulailah mereka pindah dipimpin oleh tetua-tetua kampung, mereka terus berjalan siang dan malam terkadang mereka beristirahat sejenak untuk makan sambil melepas lelah rute pelarian mereka menyusuri sungai sekayam menuju ke hilir. Setelah sekian lama berjalan sampailah mereka ke tolok tikus, kampung Sedae sekarang. Mengapa tempat tersebut disebut dengan tolok tikus hal ini dikarenakan di tolok/teluk tersebut tinggallah raja tikus yang menyerupai ujud manusia, di tolok tersebut ada dua batang pohon cuhai tumbuh dan saling berseberangan karena saking besarnya pohon tersebut sehingga kedua pohon tersebut bersambung sehingga dapat dipergunakan untuk menyeberang layaknya jembatan.

Setelah nciogolomo berhasil menyeberang mereka bertemu dengan raja tikus tersebut melihat banyaknya manusia dan sepertinya tergesa-gesa maka ia bertanya kepada mereka. Nciogolomo menceritakan kejadian atas serangan tikek, sehingga mereka harus pindah untuk mencari tempat yang lebih aman. Kemudian mereka bergegas melanjutkan perjalanan.

Rombongan kampung hantu/mu’ut terus mengejar dan berhenti di tolok tikus dan bertanya kepada raja tikus tentang keberadaan nciogolomo. Untuk mengelabuinya, maka raja tikus menujukan bulu landak dengan mengatakan bahwa itu ada bulu dari nciogolomoyang sempat jatuh. Mendengar penjelasan dari raja tikus mereka percaya bahwa betapa besar dan gagah tubuh manusia sehingga mengurungkan niat dan tidak melajutkan penyerangan terhadap manusia.

Hilang kisah timbullah cerita setelah rombongan nciogolomo jauh berjalan mencari tempat yang bagus mendirikan kampung dan rumah betang guna tempat tinggal bagi mereka mereka terus berjalan kearah pulau hibun. Mereka bertemu suku Mayao yang sedang berburu Badak, mereka memperbolehkan suku hibun membangun rumah betang di pulau tersebut. Pada sisi rumah betang tumbuh sebatang pohon besar dan pohon tesebut bernama pohon pohogungtempat bersarang seekor burung yang sangat besar, lalu dinamai burung raya/monuk hayo. Sembari mencari makan untuk dirinya serta seekor anaknya, maka sering sekali anak-anak kampung yang menjadi sasaran empuk untuk makanan burung hayo.

Masyarakat Hibun nguduong dan bersepakat untuk menebang pohon pohogung tersebut. Saking besarnya pohon tersebut, maka tetua kampong mengundang kampong-kampung dari suku lain untuk membantu proses penebangan pohon. Selama tiga hari dan tiga malam tanpa berhenti akhirnya pohon pohoguong tumbang, induk monuk hayo terbang lari, sedangkan anaknya jatuh dan mati. Karena anak burung itu sangat besar, maka suku-suku yang ikut serta dalam penebangan pohon mendapatkan masing-masing bagian. Bagi suku hibun mendapat bagian dada/haduong, suku nonguh mendapat bagian tembolok/dungkan dan suku peruan mendapat sayap/ihak. Sejak saat itu kehidupan Dayak Hibun aman dan damai. Dayak Hibun semakin hari semakin berkembang banyak, sehingga mereka membangun betang panjang dan membagi pekerjaan dan tanggungjawab atas warganya. Sejak masa ini muncul istilah macan atau sebutan panglima dalam Dayak Hibun.